Tahu
Sumedang adalah tahu khas daerah Sumedang, Jawa Barat. Jika dibeli dalam jumlah banyak, umumnya
menggunakan bongsang, anyaman bambu yang dapat memuat 25–100 buah tahu goreng.
Asal
Kata
Menurut Ong Yoe Kim, tokoh tahu Sumedang,
"tahu" berasal dari bahasa Mandarin dòufu dibaca tou-fu
atau tāu-hū oleh orang Hokkian.
Kreativitas
Bermula dari kreativitas yang dimiliki oleh imigran Cina,
Ong Kino dan istrinya yang menjadi perintis untuk memproduksi tahu di
Sumedang yang awalnya dibuat dari kedelai lurik yang mirip telur puyuh. Tahun
demi tahun, Ong Kino beserta istrinya terus menggeluti usaha mereka
hingga sekitar tahun 1917, dan anak tunggal
mereka bernama Ong Bung Keng untuk
melanjutkannya. Ong Bung Keng kemudian melanjutkan usaha kedua orangtuanya yang
memilih kembali ke tanah kelahiran mereka di Hokkian, Republik Rakyat Tiongkok.
Melalui generasi Ong Bung Keng yang terus melanjutkan
usaha yang diwariskan dari kedua orang tuanya hingga akhir hayatnya di usia 92
tahun. Di balik kemasyhuran tahu Sumedang ada pula kisah seperti yang
diceritakan cucu dari Ong Kino, Suryadi. Sekitar tahun 1928, konon suatu hari
tempat usaha sang kakek buyutnya, Ong Bung Keng, didatangi oleh Bupati
Sumedang, Pangeran Soeria Atmadja yang kebetulan tengah melintas dengan
menggunakan dokar dalam perjalanan menuju Situraja, Sumedang.
Kebetulan, sang pangeran melihat seorang kakek sedang menggoreng sesuatu.
Pangeran Soeria Atmadja langsung turun begitu melihat bentuk makanan yang amat
unik serta baunya yang harum. Sang bupati, Pangeran Soeria Atmadja
kemudian bertanya kepada sang kakek, "Maneh keur ngagoreng naon? (Kamu
sedang menggoreng apa?)". Sang kakek berusaha menjawab sebisanya dan
menjelaskan bahwa makanan yang ia goreng berasal dari tahu. Karena penasaran,
sang bupati langsung mencicip satu. Setelah mencicipi, bupati secara spontan
berkata dengan wajah puas, "Enak benar masakan ini! Coba kalau kamu jual,
pasti laris!". Tak lama setelah kejadian ini, tahu digemari oleh penduduk
Sumedang dan kemudian sampai ke seluruh Indonesia.
Tahu ini setelah digoreng dengan bumbu yang sama,
menghasilkan bentuk yang berbeda dari tahu goreng biasanya. Koagulan yang
dipakai adalah sisa dari penggumpalan tahu, disebut larutan biang yang disimpan
selama 2–3 hari, yang prosesnya menggunakan asam cuka. Tahu ini bisa mengalami
perubahan rasa setelah beberapa jam dibeli jika dibuat secara tradisional,
kedelai asli tanpa pengawet. Rasa gurih berubah menjadi asam, kulit yang garing
menjadi liat. Tapi ini dapat disiasati dengan penyimpanan di kulkas.
Penggorengan yang tepat yaitu dalam minyak yang panas (menguap/mendidih), api
besar, daya muat penggorengan, serta jumlah tahunya.
Source:
Tahu alengka mah g ada ya
ReplyDelete